Chairil Anwar, Indonesia's modern literature forefather.

Kumpulan puisi Chairil Anwar, Pelopor angkatan'45, bapak sastra modern Indonesia.

Kepada Sekaki Payung

(Berita Harian 23 Februari 2014)

Sekaki payung, penghuni setia keretaku
berpindah menginap halaman rumahmu
pada satu sore sesudah hujan sedikit ramah
ditinggalkan oleh ingatanku yang pelupa.
 
Aku membayangkan dia memerhatikan
kau keluar masuk ke rumah tanpa
menyedari ada sekaki payung asing
sedang menggigil merindukan tuannya.
 
Mungkin payung itu senang diam di sana
melebarkan tubuh kurusnya dengan luas kenangan
membiasakan keasingan menerima dunia
halaman rumah dan kejauhan tuan barunya.
 
Dalam kereta menunggu hujan berehat,
Aku merindui sekaki payung sekaligus
masa-masa lalu, saling melindungi jua
menemani kesunyian musim hujan.
Ainunl Muaiyanah Sulaiman



W.S Rendra - Sajak Ibunda

Dengan latar belakang gubug-gubug karton,
aku terkenang akan wajahmu.
Di atas debu kemiskinan,
aku berdiri menghadapmu.
Usaplah wajahku, Widuri.
Mimpi remajaku gugur
di atas padang pengangguran.
Ciliwung keruh,
wajah-wajah nelayan keruh,
lalu muncullah rambutmu yang berkibaran
Kemiskinan dan kelaparan,
membangkitkan keangkuhanku.
Wajah indah dan rambutmu
menjadi pelangi di cakrawalaku.

W.S Rendra
Nusantara Film, Jakarta, 9 Mei 1977
Potret Pembangunan dalam Puisi

Hujan Yang Mencintai Sebuah Pohon

Ainunl Muaiyanah Sulaiman

(Berita Harian 30 Oktober 2011)
 
Hujan telah jatuh cinta pada sebuah pohon
ditengah-tengah kampung papan.

Hujan selalu mengintai pohon penuh pesona
Kanak-kanak berayun buaian di lengan dahannya
Perawan menanam bunga-bunga dikakinya banirnya
Orang tua meminjam dadanya untuk bersandar
Penduduk kampung gemar menghiburkan diri,
bercanda di bawah kekasihnya.

Setiap malam, hujan akan membasahi kekasihnya
menyuburkan tanah dan meneriakkan bunga-bunga.
Daun pohon dengan malu-malu akan mendakap hujan
Menanda terima kasih dan cinta.

Lama mereka berkasihan dengan sederhana
Sehingga suatu hari hujan berpergian sebentar
Apabila pulang, kekasihnya tiada
Kampung papan telah menghilang

Hujan berterusan menangis
Membasah bekas kawasan
kampung papan dan kekasihnya
yang mengabur entah ke mana.

W.S Rendra - Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta

Pelacur-pelacur Kota Jakarta
Dari kelas tinggi dan kelas rendah
diganyang
Telah haru-biru
Mereka kecut
Keder
Terhina dan tersipu-sipu
Sesalkan mana yang mesti kau sesalkan
Tapi jangan kau lewat putus asa
Dan kaurelakan dirimu dibikin korban

Wahai pelacur-pelacur kota Jakarta
Sekarang bangkitlah
Sanggul kembali rambutmu
Karena setelah menyesal
Datanglah kini giliranmu
Bukan untuk membela diri melulu
Tapi untuk lancarkan serangan
Karena
Sesalkan mana yang mesti kau sesalkan
Tapi jangan kaurela dibikin korban

Sarinah
Katakan kepada mereka
Bagaimana kau dipanggil ke kantor menteri
Bagaimana ia bicara panjang lebar kepadamu
Tentang perjuangan nusa bangsa
Dan tiba-tiba tanpa ujung pangkal
Ia sebut kau inspirasi revolusi
Sambil ia buka kutangmu

Dan kau Dasima
Khabarkan pada rakyat
Bagaimana para pemimpin revolusi
Secara bergiliran memelukmu
Bicara tentang kemakmuran rakyat dan api revolusi
Sambil celananya basah
Dan tubuhnya lemas
Terkapai disampingmu
Ototnya keburu tak berdaya

Politisi dan pegawai tinggi
Adalah caluk yang rapi
Kongres-kongres dan konferensi
Tak pernah berjalan tanpa kalian
Kalian tak pernah bisa bilang ‘tidak’
Lantaran kelaparan yang menakutkan
Kemiskinan yang mengekang
Dan telah lama sia-sia cari kerja
Ijazah sekolah tanpa guna

Para kepala jawatan
Akan membuka kesempatan
Kalau kau membuka kesempatan
Kalau kau membuka paha
Sedang diluar pemerintahan

Perusahaan-perusahaan macet
Lapangan kerja tak ada
Revolusi para pemimpin
Adalah revolusi dewa-dewa
Mereka berjuang untuk syurga
Dan tidak untuk bumi
Revolusi dewa-dewa
Tak pernah menghasilkan
Lebih banyak lapangan kerja
Bagi rakyatnya

Kalian adalah sebahagian kaum penganggur yang mereka ciptakan
Namun
Sesalkan mana yang kau kausesalkan
Tapi  jangan kau lewat putus asa
Dan kau rela dibikin korban

Pelacur-pelacur kota Jakarta
Berhentilah tersipu-sipu
Ketika kubaca di koran
Bagaimana badut-badut mengganyang kalian
Menuduh kalian sumber bencana negara
Aku jadi murka
Kalian adalah temanku
Ini tak bisa dibiarkan
Astaga
Mulut-mulut badut
Mulut-mulut yang latah bahkan seks mereka politikkan
Saudari-saudariku
Membubarkan kalian
Tidak semudah membubarkan partai politik
Mereka harus beri kalian kerja
Mereka harus pulihkan darjat kalian
Mereka harus ikut memikul kesalahan

Saudari-saudariku. Bersatulah
Ambillah galah
Kibarkan kutang-kutangmu dihujungnya
Araklah keliling kota
Sebagai panji yang telah mereka nodai
Kinilah giliranmu menuntut
Katakanlah kepada mereka
Menganjurkan mengganyang pelacuran
Tanpa menganjurkan
Mengahwini para bekas pelacur
Adalah omong kosong

Pelacur-pelacur kota Jakarta

Saudari-saudariku
Jangan melulur keder pada lelaki
Dengan mudah
Kalian bisa telanjangi kaum palsu
Naikkan tarifmu dua kali
Dan mereka akan klabakan
Mogoklah satu bulan
Dan mereka akan puyeng
Lalu mereka akan berzina
Dengan isteri saudaranya.


W.S. RENDRA

Puisi – Menunggu Pagi II : Tunas Cipta Disember 2009

Menunggu pagi II


Para biduan malam
Mempersembahkan
Suara cengkerik rimba
Teriak riang-riang malam
Tarian gemalai warna rama-rama
Padaku di pesta ini

Jasadku ada
Jiwaku tiada

Mereka mempersenda kesetiaanku
Menunggu burung dewata
Melayahkan rembulan diribaan
Untukku dalam impiku



Jiwaku ada padanya
Jasadku tiada padanya



Dihujung malam
Kebenaran milik mereka
Aku penunggu pagi
Hampa
Kubunuh biduan malam yang kecewa



Ainunl Muaiyanah Sulaiman
Lata Belatan
14 Mac 2008